By: Khoirul Taqwim
Ketika mendengar istilah kata toleransi,
tentunya merupakan sebuah kata yang penuh keindahan dan menyejukkan hati,
tetapi kalau toleransi sudah menjadi bumbu-bumbu politis, sudah tentu itu
menjadi berbeda makna. Karena toleransi sudah menjadi topeng dalam permainan
politis, untuk tujuan menghindari dari kesalahan yang diperbuat maupun kesalahan dalam bentuk lain.
Cerita toleransi tidak pernah ada habisnya
menyajikan sebuah kedamaian di tengah-tengah keberagaman, namun kalau istilah
toleransi sudah menjadi kata politis, tentunya dibalik kata toleransi penuh
dengan ambisi kepentingan. Sehingga kata toleransi yang sesungguhnya penuh dengan
ikatan tepa selira, berganti menjadi kata permainan yang menguntungkan sepihak
golongan gara-gara toleransi sudah dimainkan dalam ranah permainan politis.
Lalu seperti apa bentuk permainan politik
istilah toleransi? Seperti seseorang yang menebar kebencian, baik masalah sara
maupun masalah lain, tetapi di saat akan di adili oleh lembaga pengadilan atau
di adili oleh masyarakat setempat, ternyata dia menggaungkan kata toleransi
dengan berupaya memberikan penjelasan tentang kebebasan berpendapat dan terus
memberikan pemikiran dengan kata toleransi berpendapat. Nah! disinilah istilah
kata toleransi sudah menjadi bahan politis demi kepentingan segelintir orang
semata, tetapi menegasikan kepentingan yang jauh lebih besar di tengah-tengah
realitas kehidupan masyarakat.
Islam jelas menegaskan umat manusia untuk saling
menghargai dengan cara tepa selira, Islam juga menganjurkan cara menghargai
sesama manusia atas nama keadilan, tetapi toleransi yang bersifat politis dan
jauh dari istilah keadilan, tentunya Islam sangat melarang hal tersebut. Dalam
artian pandangan Islam terhadap politik toleransi yang jauh dari rasa keadilan
dan tepa selira merupakan suatu hal yang di tentang dalam ajaran Islam.
Toleransi pada masa pasca reformasi tidak
jarang dijadikan alat segelintir para politisi, untuk berupaya mewujudkan keberhasilan
dalam melakukan beragam manuver politis dengan istilah toleransi, tetapi
toleransi yang dibangun jauh dari sikap dan sifat yang penuh keadilan. Sehingga
toleransi yang di bangun tidak mengandung makna tepa selira dan jauh dari kata
saling menghargai antar satu sama lain. Namun yang ada hanya sebatas
kepentingan politis semata.
Pandangan Islam sudah jelas toleransi yang
penuh dengan keadilan dan penuh tepa selira merupakan hal yang sangat di anjurkan,
tetapi kalau toleransi sudah menjadi bahan politis untuk kepentingan sesaat dan
kepentingan golongan semata, dan tentunya jauh dari nilai-nilai keadilan. Nah!
berangkat dari sinilah Islam jelas menolak toleransi yang demikian penuh dengan
topeng kebohongan.
Membangun toleransi di tengah-tengah realitas
kehidupan masyarakat, berarti sama dengan membangun pondasi keadilan yang penuh
dengan kedamaian, tetapi membangun toleransi yang penuh dengan kepentingan politis,
berarti sama dengan politik toleransi yang jauh dari nilai-nilai keadilan.
Sehingga toleransi hanya di buat pemanis kata semata dengan tujuan membenarkan
gagasan-gagasan pemikiran yang sepihak dan jauh dari rasa keadilan, tentunya
ajaran Islam menolak istilah toleransi yang demikian itu.
Demi malam dan siang, Demi bulan dan bintang,
Segala hidup dan matiku, kupasrahkan pada Ilahi sang maha pencipta langit dan
bumi. Seluruh tarikan nafasku, kupasrahkan pada sang maha pencipta ruh dan
jasadku, Amin...........